Minggu, 13 Maret 2016

Mahasystem Chapter 7

Mahasystem
Chapter 7: Friend And Partner
           
            Pagi ini langit begitu cerah dan udara segar mulai merasuk ke paru-paru. Sigit mengetuk-ngetuk microphone dari laptopnya dan webcam pun mulai merekam wajahnya di monitor... “Check check. Ujicoba telepati nomor 127... or... ok, sebenarnya ini percobaan kami yang kelima kalinya... lets see... hey, big bro apa kau sudah siap?” seru Sigit seraya mengeluarkan kepalanya dari jendela. Sementara di pekarangan, Alex melingkarkan jari telunjuk dan jempolnya pertanda dia akan melakukannya.
“Baiklah saat ini temanku... my big bro Alex, akan mengirimkan pesan telepati, its really cool... berbeda dengan percobaan kami sebelumnya kali ini aku akan mencoba menjawab pesan yang disampaikan oleh big bro dan... kita lihat apakah kita bisa melakukan komunikasi dua arah”
“Hey Sigit, apa kau bisa mendengarku?”
“Sangat jelas big bro, tentu saja aku bisa mendengar big bro, tapi apakah big bro bisa mendengarku?”
“Hey Sigit, apa kau bisa mendengarku? Sigit?”
Sigit menghela nafasnya, dan mulai berbicara kembali pada monitor.
“Well, mungkin aku telah melakukan kesalahan... saat ini suara big bro itu telah sampai di kepalaku tapi sayangnya, aku sama sekali tidak dapat berkomunikasi dengannya... atau... tentu saja, pasti itu. Seharusnya aku bisa melakukannya...” Sigit termenung sejenak memperhatikan wajahnya sendiri di monitor.
“Sigit? Apa ini tidak berhasil? Aku tidak bisa mendengar sepatah katapun darimu...” suara Alex masih terdengar di kepala Sigit, Sigit hanya memejamkan matanya dan...
“Baiklah big bro, apa suaraku ini cukup jelas untukmu?”
“Tunggu Sigit, aku mendengarmu! Kita berhasil! We did it buddy! We did it!”
“Yeah, tentu saja, rupanya satu-satunya cara membalas pesan non-verbal adalah dengan cara non-verbal pula atau tepatnya aku harus berbicara dalam hati, maksudku melalui pikiranku”
“Tunggu. apa itu menjadikanmu seorang ahli telepati juga?”
“Aku meragukan itu big bro, satu-satunya kemungkinan adalah aku menggunakan jalur koneksi pikiran big bro yang terhubung padaku dan membalasnya dengan gelombang pikiran yang sama, dengan kata lain, big bro harus memulai semuanya terlebih dahulu barulah jalur komunikasi dua arah ini bisa terbuka”
“Itu artinya hanya aku yang bisa melakukannya?”
“Well, tampaknya begitu... semua ini diawali dari kemampuan big bro bukan?”
“Sounds pretty good. Tunggu, aku jadi terpikir sebuah ide...”
“Apa? Apa yang akan big bro lakukan...?”
Alex hanya tersenyum, melambaikan tangannya ke jendela sedangkan Sigit hanya termenung tak mengerti. Ditempat lain, seorang gadis tampak baru selesai mandi air hangat, berbalut kimono mandi dan handuk melilit di rambutnya, ia berdiri menghadap cermin seraya melepas ikat pinggang kimononya...
“Hai Karin...”
Karina yang terkejut karena merasa mendengar suara seseorang di kamarnya segera menutupi tubuhnya kembali. Ia menoleh ke segala arah tapi ia tak bisa menemukan siapapun...
“Siapa disitu?”
“Dengar, sebenarnya aku tidak benar-benar menyukaimu...”
“Alex? Kak Alex?”
“Ketahuilah bahwa kau hanya sejenak membaca pikiranku dan itu tidak benar, maksudku, aku tidak benar-benar menyukaimu... aku hanya merasa bahwa saat kau menawarkan payung padaku untuk pertama kali, aku berpikir bahwa kau adalah wanita yang berbeda... dan sekarang aku tahu bahwa penilaianku salah... jaga dirimu karena bila sekarang kau berpikir kau sedang mendengar suara Alex Rolland, maka itu benar... ini adalah suara pikiranku...”
Karina menoleh ke segala arah, ia buka pintu kamarnya, lalu ia masuk kembali dan membuka pintu kamar mandi, ia membungkukan badan dan melihat kolong tempat tidur, ia buka pintu kaca menuju balkon dan mendapati langit berwarna biru cerah... Karina hanya bisa memegang kepalanya, tak yakin dengan apa yang terjadi. Sementara Alex sendiri tak pernah berada disana.
Alex menaiki tangga dan mulai memasuki kamarnya dimana disana sudah ada Sigit yang terduduk di kursi seraya masih berkutat dengan laptopnya.
“Hey ayolah, apa yang sedang kamu lakukan sebenarnya, aku memiliki banyak hal keren disini, Playstation VR, Xbox, Nintendos, dan kau hanya sibuk dengan laptop bututmu itu?” ujar Alex.
“Aku merekamnya. Apa yang kita lakukan tadi... aku merekamnya”
“Merekam? Kau pasti telihat bodoh karena merekam sesuatu yang tidak bisa didengar oleh orang lain, kau tahu itu?”
“Yah, aku tahu... tapi aku yakin bahwa suatu hari akan ada orang yang percaya pada kekuatan psikis... maksudku, aku telah melakukan beberapa penelitian dan aku menemukan hal-hal yang mengejutkan...”
“Oh, ayolah, lagipula aku tidak menginginkan kemampuanku ini bisa diketahui orang banyak, bahkan asistenku sendiri belum mengetahuinya, bagiku cukup kau dan Karin yang...”
“Karin?” Sigit menoleh.
“Euh, maksudku dia telah membaca pikiranku sebelumnya saat dia berusaha menolakku, ingat? Euh... so, informasi apa yang kau dapat?”
“Dari informasi yang kudapatkan kasus kemampuan khusus seperti big bro bukanlah pertama kalinya, sejak era 80-an CIA berusaha untuk mendapatkan orang-orang ini dan memanfaatkannya”
“CIA? Are you kidding me?”
“Setidaknya itu yang kuketahui, sejak era 80-an banyak orang yang menghilang secara misterius dan diantara semua orang itu, mereka memiliki beberapa kesamaan... semuanya adalah orang-orang yang mengklaim dirinya memiliki kemampuan supranatural...”
“Huwat?” Alex mengernyitkan dahi.
Sementara itu beberapa meter dari luar pagar kediaman Alex, sebuah van hitam misterius berisikan pria bersetelan hitam masih menyadap pembicaraan mereka.
“Kapten?” ujar salah satu diantara mereka.
“Well, well, well, bocah-bocah ini tidak terlalu buruk bukan?” ujar pria yang disapa kapten. Tanpa menyadari hal itu Sigit dan Alex masih beradu argumen dengan pendapatnya masing-masing...
“Tapi itu hanya cerita di internet, mungkin itu hanyalah hoax...” ujar Alex sangsi.
“CIA telah banyak melakukan pekerjaan kotor, kita sebut saja project Mk- ultra, sebuah usaha pencucian otak, lalu percobaan substansi kimia dan biologi untuk mengurangi populasi, project Mockingbird, Iron Mountain... project Prism, dan terakhir... project The Eye”
“The Eye?”
“The Eye adalah sebuah program satelit yang dibocorkan oleh David Moses, berbeda dengan project Prism yang dibongkar oleh mantan agen Edward Snowden, project The Eye tak hanya meliputi bagian teknologi informasi dan telekomunikasi melainkan keseluruhan hidup manusia secara global...”
“Aku masih tidak mengerti...”
“Sebelumnya Edward Snowden pernah membocorkan Prism Project dimana disebutkan bahwa Amerika Serikat telah melakukan pelanggaran privasi dan penyadapan pada semua aspek telekomunikasi dan teknologi, Facebook, Twitter, Instagram, G-mail, Yahoo, CCTV, nomor telepon, kartu pengenal, ATM, semuanya, bahkan pengenalan wajah dan suara. Dengan begitu semua informasi tentang orang-orang di dunia telah mereka kuasai...”
“Lalu?”
“Beberapa tahun setelahnya, muncul nama baru yaitu David Moses seorang mantan agen dari CIA yang juga pernah bekerja untuk NSA menyebutkan bahwa Amerika telah meluncurkan secara diam-diam sebuah satelit baru bernama The Eye... keistimewaan dari satelit ini selain dipersenjatai oleh senjata nuklir, ia juga bisa memproyeksikan pemetaan wilayah secara 3D, yang artinya kamera satelit ini sanggup menembus objek padat, mendeteksi panas, lalu mengubahnya menjadi visual yang jernih memutar proyeksi hingga kemiringan lurus 90 derajat atau dengan kata lain ia bisa melihat big bro yang sedang melakukan buang air besar di toilet lantai 35 sebuah apartemen dari berbagai sudut...”
“Huwat?”
“Itu artinya... tidak ada yang bisa bersembunyi dari The Eye... dan saat ini satelit itu tengah menatap negeri ini... Indonesia...”
“Indonesia? Tapi darimana kau bisa mendapatkan semua informasi ini? Blog?”
“Wikileaks. Atau tepatnya, Jimmy Harrison. Dialah yang mengatakan bahwa orang yang bernama David Moses tengah menyamar menjadi seorang aktivis lingkungan di Indonesia, tepat setelah David Moses dinyatakan buron. Beberapa minggu yang lalu sebuah longsor terjadi saat sebuah kelompok relawan berusaha untuk menyelamatkan korban banjir dan pemimpin dari kelompok itu adalah David Moses sendiri, dimana tubuhnya tidak pernah ditemukan dan sejak saat itu spekulasi mulai beredar...”
“Menarik, sayangnya aku tidak menemukan garis besar antara ceritamu dan juga kemampuanku...”
“Apa big bro masih ingat dengan kejadian ciuman seorang gadis bule yang mencium pemuda bernama Raya yang membuatnya hidup kembali?”
“Yah, aku masih ingat headline konyol itu...”
“Raya adalah anggota relawan yang dipimpin oleh David Moses dan menurut dugaanku gadis yang menciumnya itu ada hubungannya dengannya. Ditambah lagi sosok Jimmy Harrison yang membongkar identitas David Moses pun dikabarkan bukanlah sosok yang normal, dikatakan bahwa ia bisa mendengar semua isi pikiran manusia... dan saat ini keberadaannya tidak diketahui”
“Tapi itu konyol, untuk apa CIA harus repot-repot mengurus hal ini? Mereka bukan paranormal... ditambah lagi, sebenernya siapa yang mengajarimu melakukan ini semua? Maksudku data-data itu, jika itu adalah sebuah rahasia, bukankah itu akan sangat berbahaya?”
“Saat ini aku terhubung dengan seorang anonymous jenius dari China, dia dijuluki Brain, dialah yang memberikanku semua trik untuk membuka semua akses di jalur yang aman...”
“Brain? Siapa Brain?”
Sekali lagi van hitam misterius itu mulai riuh saat mendengar informasi yang baru saja mereka dengar dari Sigit...
“Jadi bocah itu juga terhubung dengan Brain?”
“Kapten, kami baru saja mendapatkan alamat situs yang terkoneksi dengan internet di dalam, besar kemungkinan itu berasal dari Brain...” ujar salah seorang pria. Sementara pria yang disapa kapten itu pun segera memberikan instruksi pada anak buahnya.
“Lacak servernya! Jika kita juga bisa menangkap Brain setelah operasi ini, itu adalah sebuah pencapaian besar, bahkan kenaikan jabatan hanya akan menjadi bonus kecil jika ini berhasil...”
“Kapten, saat ini kita sudah mendapatkannya... aku akan mencoba memunculkannya di layar...”
“Apa maksud dari gambar-gambar ini?” monitor di dalam van menunjukan beberapa simbol.
“Itu adalah lambang dari China Anonymous kapten...”
“Lalu angka-angka persen yang sedang menghitung mundur ini?”
“Kapten? Sepertinya orang ini... dia...”
“Apa? Jelaskan semua ini padaku!”
“Maafkan aku kapten, tapi sepertinya kita tengah dipermainkan... tampaknya Brain berhasil mengirimkan virus pada database komputer kita...”
“Apa?”
“Aku tidak bisa menghentikannya, jika kita mematikan komputer ini maka semua data yang kita dapatkan selama ini akan hilang, dan jika kita membiarkannya maka seluruh data ini akan diambil olehnya!” sang kapten tampak geram, ia rogoh saku dalam jasnya dan... DOR!!! Sang kapten pun akhirnya melepaskan tembakan ke arah CPU. Hardi yang saat itu tengah menyiapkan sarapan dan mendengar suara itu, segera menengok ke arah jendela.
“Kapten?” ujar pria didalam van.
“Lebih baik kita kehilangan semua yang kita dapatkan daripada membiarkan orang lain merebutnya...” ujar sang kapten. “Percayalah, saat ini aku sangat marah dan aku akan melampiaskannya pada bocah-bocah itu!” ujarnya lagi. Sementara itu Hardi dengan santai memasuki kamar Alex.
“Sarapannya sudah siap bos... saatnya bos dan teman bos untuk turun... euh apa bos mendengar sesuatu seperti suara letusan tadi?”
“Letusan... aku? Tidak, aku tidak mendengarnya...” jawab Alex, Hardi menatap Sigit dan Sigit pun mengangkat bahu seraya menggeleng. Tak lama setelahnya Alex pun menyelesaikan sarapannya, mengenakan kemeja dan dasinya, memasang kacamata hitamnya dan mulai bergegas.
“Hey, Sigit, hari ini aku ada rapat yang harus kuhadiri, apa kau akan baik-baik saja disini?”
“Santai saja big bro, lagipula hari ini aku juga tidak ada kelas, jadi sepertinya aku akan menikmati wifi super cepat di rumah ini lebih lama dan aku tidak akan pulang sebelum big bro kembali...”
“Jika ada sesuatu yang kau butuhkan kau bisa meminta para asisten rumah tangga untuk menyiapkannya, saranku sebaiknya kau tidak terlalu banyak menatap monitor, cobalah menikmati beberapa fasilitas di rumah ini sebagai penyegaran”
Hardi pun segera menyiapkan mobil tuannya, Roll Royce kembali menjadi pilihan Alex. “Baiklah tampaknya aku harus pergi... kau yakin kau tidak membutuhkan apapun lagi?” ujar Alex “Aku baik-baik saja... selama ada internet, aku akan baik-baik saja...” jawab Sigit “Baiklah kalau begitu, aku pergi sekarang...” roda-roda mobil itu pun berputar dan pagar rumah itu pun terbuka, memasuki jalan dan melintasi mobil van hitam yang selalu mengawasi mereka.
 “Hey, Hardi, aku tidak pernah melihat van hitam itu sebelumnya, apa mungkin ada penghuni baru di sekitar sini?” Alex bertanya. Hardi menatap kaca spionnya.
“Apapun mungkin bos, apapun itu mungkin...” Hardi sedikit mengerutkan alisnya, tampak sinar matanya menaruh curiga, namun ia berusaha untuk tidak terlalu khawatir. Sementara orang-orang didalam van mulai sibuk, beberapa orang diantaranya yang tengah terlelap segera disadarkan oleh kawannya, mereka mengenakan kembali jas mereka, mengencangkan dasi dan memeriksa amunisi pada magasin pistolnya. “I dont believe this! Indonesia begitu panas, dan hampir dua hari ini kita belum mandi, mengawasi mereka di mobil pengap berbau saus hotdog dan kita masih harus menjalankan operasi ini dengan setelan lengkap? Yang benar saja!” ujar salah satu diantara mereka “Yah... setidaknya kita akan segera keluar dari mobil ini dan setelah ini selesai di rumah itu kita bisa mandi sepuasnya...” sahut kawannya yang lain. “Hey. Stop your joke! Kenakan pakaian kalian serapi mungkin agar kita terlihat tampan di kamera, siapkan serum yang disiapkan Dr. Jared, kita akan membutuhkannya, kita akan lakukan ini sebaik mungkin” sang kapten memberikan instruksinya dan segera pintu belakang van hitam itu pun terbuka dan pria-pria bersetelan serba hitam itu pun keluar.
“Aku menarik kata-kataku untuk membuat perusahaan ini go public!” seru Alex pada pertengahan rapatnya.
“Tapi Alex, saat ini perusahaan Fabian Jaya sangat menyambut baik idemu ini, mereka...” salah seorang karyawan menyanggah.
“Begitukah? Tapi tidak. Meskipun aku tidak menyukai ayahku, bukan berarti aku akan membiarkan saham perusahaannya mudah untuk didapatkan begitu saja...”
Suasana ruang rapat pun mulai riuh, semua bisik dan celoteh menyatu dan berubah menjadi kegaduhan. “Enough! Jika ada yang tidak setuju dengan pendapatku, sampaikan alasannya padaku sekarang!” Alex sedikit berteriak. Bisikan-bisikan itu pun mulai memudar lalu ruang pun kembali sunyi, hingga seorang karyawan yang tadi menyanggah Alex mulai berbicara kembali.
“Euh... Alex, jika aku boleh bertanya apakah semua ini ada hubungannya dengan kekalahan kita dalam perebutan akuisisi perusahaan migas waktu itu? Karena jika demikian, sebenarnya saat perusahaan Fabian Jaya berhasil mendapatkannya kita bisa menggunakan itu sebagai kesempatan untuk mengembangkan perusahaan Rolland... maksudku, mereka memiliki semuanya... perkebunan, pertambangan, perusahaan telekomunikasi, stasiun televisi, jalan bebas hambatan dan terakhir mereka menguasai perusahaan migas dalam negeri... ditambah lagi kenyataan bahwa Rizal Fabian adalah calon kuat dalam pemilu beberapa tahun lagi, sebentar lagi dia mungkin akan menjadi presiden dan jika perusahaan Rolland bisa go public, kita semua akan...”
“Hey, Rudi... apa jabatanmu disini?” seru Alex memotong kata-kata karyawan itu dan menatapnya. Pria yang disapa Rudi itu pun mulai kikuk.
“Ah... a... aku... jabatanku adalah kepala seksi...”
“Hoo. Seseksi apakah itu? Apakah karena kebotakan ditengah kepalamu itu sehingga kau disebut kepala seksi?” ujar Alex lagi. Dan sontak kata-kata Alex mengundang tawa karyawan yang lainnya, beberapa dari mereka berusaha untuk menahan tawa itu namun mereka gagal melakukannya. Wajah Rudi memerah. Ia hanya bisa memasukan kedua bibirnya ke mulutnya. Perlahan Alex berdiri dari kursinya menahan kedua tangannya di meja dan menatap mata masing-masing karyawannya.
“Usiaku saat ini adalah 23 tahun... dan mungkin butuh beberapa bulan lagi hingga usiaku mencapai 24... dan itu tidak mengubah kenyataan bahwa usiaku masih terlalu muda untuk memimpin perusahaan sebesar ini. Dan aku mengerti sinisme yang ingin kalian sampaikan. Tapi aku masihlah seorang kepala direksi di perusahaan ini! Seseorang yang telah diberi mandat oleh pemilik perusahaan untuk memimpin kalian! Dan jika kau, Rudi... memanggil hanya dengan menyebut namaku sekali lagi, aku tidak ragu untuk membuatmu berjalan keluar dari gedung ini. Mulai saat ini kalian akan memanggilku dengan sebutan bapak! Aku tidak peduli dengan usiaku tapi sebutan itu akan membuatku menganggap perusahaan ini sebagai anakku sendiri. Dan kalian yang berada di ruangan ini adalah saudara dari orang tua ini. Kita semua akan membesarkannya. Mengurusnya. Memberinya nutrisi. Menyekolahkannya. Hingga perusahaan ini bisa naik ke level selanjutnya. Itu benar. Kau dan kau... iya kau... dan dia juga, kalian adalah bapak” Alex menunjuk salah satu karyawannya lalu berpindah ke karyawan yang lain... “Bapak” Alex menunjuk karyawan disampingnya “Bapak” “Ibu” “Bapak” “Bapak” “Ibu” dan begitu seterusnya hingga seluruh karyawan habis ia tunjuk. “Kalian semua... bantu aku membesarkan anak yang telah membesarkan kita selama ini”
Mendengar kata-kata Alex, para karyawan pun tertegun. Mata mereka berubah seperti bara. Tak ada lagi tatapan meremehkan, tatapan itu berubah menjadi tatapan penuh hormat. Meski begitu, masih saja ada beberapa orang yang menghembuskan nafas penuh keraguan.
“Mengenai kekalahan saat bersaing memperebutkan perusahaan migas, sejujurnya itu memang salahku tapi aku tidak mengakui itu sebagai kekalahan. Karena saat itu aku yang mengalah, bagiku mendapatkan kepercayaan publik jauh lebih penting daripada sebuah ekspansi... saat ini, Rizal Fabian berlindung diantara perusahaan migas dalam negeri untuk mendongkrak kampanyenya, mengendalikan harga BBM sebagai senjata pencitraan... lalu dimana posisi kita saat ini? Rolland Corps adalah perusahaan yang telah lama menggeluti dunia otomotif, kita memang tidak memproduksi kendaraan, namun kita masihlah yang dicari saat seseorang membutuhkan velg berdesain indah dengan kualitas yang terbaik, kita menjual oli, ban, rem, karburator, ECU, mesin, tabung nitro, spoilers, spinner, dan benda-benda kecil yang membuat semua bengkel modifikasi menggunakan produk kita, kita adalah sponsor MotoGP, Gran Turismo, Rally Paris-Dakar... dan mereka semua mempercayai produk kita... tapi pertanyaannya, apakah Indonesia mempercayai kita? Kita hanyalah cabang perusahaan di sebuah negeri yang berkembang... lalu kepada siapa kita memasarkan produk-produk kita selama ini? Kepada orang-orang yang menyimpan supercar di garasinya, kepada para elit politik, kepada anak-anak berandal yang dimanjakan orang tuanya, kepada selebritis yang merasa terlahir sebagai seorang princess, kepada orang-orang kaya itulah kita menjualnya. Lalu apakah Indonesia hanya terdiri dari mereka saja? Tidak. Disini aku mencoba untuk meyakinkan kalian bahwa mulai saat ini Rolland akan menyentuh mereka yang tidak disentuh...”
“Itu artinya bapak akan mempresentasikan produk untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah begitu? Apakah langkah ini bagian dari pencitraan atau hanya balas dendam pada perusahaan Fabian?”
“Benar bahwa aku menggagas ini sebagai pencitraan tapi aku menolak jika harus menyebut ini sebagai balas dendam. Hanya saja saat ini kita berada di Indonesia dan Indonesia belum benar-benar mengakui kita, kita semua tahu bahwa ayahku bertugas di Eropa, semua produknya ditulis sebagai buatan Eropa dan Indonesia mengenal kita sebagai perusahaan dari China, or Tiongkok... apa bedanya? Mulai saat ini kita akan membuat terobosan berbeda, bahwa perusahaan raksasa dengan standar internasional yang dipercaya oleh dunia akan menciptakan produk yang terjangkau dengan kualitas yang baik dan bertuliskan Made In Indonesia...”
“Maaf sekali pak, tapi saya pikir orang Indonesia kurang begitu mempercayai produk buatan lokal... ditambah lagi harga yang murah akan membuat mereka ragu”
“Kalau begitu buat mereka percaya... mengenai harga, target kita saat ini memanglah untuk menengah ke bawah dan kita telah lama membuka pabrik disini, so... just make it fair”
Setelah beberapa waktu yang cukup lama, Alex pun meninggalkan gedung perkantorannya, seperti biasa Hardi yang tengah menunggu pun menyambutnya, membuka pintu bagi tuannya dan bersiap mengendalikan kemudi.
“Jadi bagaimana rapat hari ini bos...?” tanya Hardi membuka percakapan.
“Tampaknya dugaanku benar, ada mata-mata Fabian di perusahaan. But, so far semuanya berjalan lancar...”
“Tampaknya juragan euh maksud saya ayah bos tidak salah untuk menunjuk bos Alex sebagai pimpinan, saya bisa melihat mata penuh semangat dari bos, dulu bos tidak menyukai pekerjaan ini, apa bos sudah mulai terbiasa?”
“Entahlah, aku hanya mencoba melakukan yang seharusnya... euh, mengenai ayahku, aku jadi ingat tentang adikku Rossa dan ibuku... apa kau sudah mengunjungi mereka?”
“Tiga hari yang lalu, saya mengunjunginya bos, mereka semua baik-baik saja... Ayah bos mengirimkan sejumlah uang untuk kehidupan mereka setiap bulannya, hanya saja... mengapa bos Alex tidak mau melihat keadaan mereka secara langsung?”
“Aku... takut, aku merasa bersalah... Rossa, dia mungkin membenciku karena menganggap aku lebih memilih kekayaan dibanding hidup bersama dia dan ibuku...” mendengar itu, Hardi terdiam sesaat, lalu ia kembali menoleh.
“Oh iya bos, apa menurut bos tidak apa-apa meninggalkan mas Sigit sendirian di rumah?”
“Tentu saja, dia tak sendirian, ada para staf keamanan dan para pelayan, apa yang harus dikhawatirkan?”
“Saya hanya takut seorang peretas sepertinya tidak bisa menjaga lengannya bos...”
“Ha! Jadi kau berpikir dia akan mencuri, begitu? Tidak tidak tidak, jika kau begitu cemas, aku bisa menghubunginya sekarang” Alex memejamkan matanya dan mulai berkonsentrasi, Hardi yang melihat dari spion penumpang, tampak bingung melihat gelagat tuannya.
“Saya kira bos akan menghubungi teman bos...”
“Aku sedang berusaha menghubunginya...”
“Dengan ponsel?”
“Tidak. Dengan telepati.”
“Oh. Come on...” Hardi tampak kesal dengan jawaban Alex dan dia mulai menancap gas.
“Hai Sigit. Bagaimana hari-harimu di rumahku?”
“Big bro! Oh akhirnya! Thanks God kau bisa menghubungiku dengan telepati... dengar, telah terjadi sesuatu disini... mereka... oh tidak... tidak, sial!!”
“Hey. Apa semua baik-baik saja? Apa yang terjadi?”
“Listen big bro... ini serius, saat ini semuanya menjadi kacau, mereka... mereka mengikat para staf keamananmu dan juga para pelayan... sebaiknya kau tidak datang sekarang, atau sebaiknya kau membawa pasukan, polisi... atau para tentara jika tidak... mereka akan...”
“Mereka? Mereka siapa?”
“FBI... maksudku mungkin CIA or whatever... mereka menemukanku... saat ini lenganku terikat dan saat ini ujung pistol mereka menempel di kepalaku... mereka memaksaku untuk memberitahu identitas temanku Brain, selain itu mereka mengincarmu juga!”
“Kau bercanda. Kau pikir setelah aku mendengar cerita hoax yang kau ambil dari internet aku akan langsung percaya padamu? Hah, yang benar saja... sekitar 20 menit lagi aku akan sampai disana... tunggulah”
“Tidak! Tunggu! Jangan! Big bro! Alex! You have to believe me! Jangan putuskan kontak telepati ini! Jangan! Alex!!!”
Alex membuka matanya, tersenyum dan berbicara pada Hardi. “Hah, Temanku itu... tadi pagi dia menceritakan tentang sebuah teori konspirasi dan kau tahu kan? CIA? Sebuah agensi intelijen Amerika. Lalu bocah itu, Sigit menceritakan padaku kebusukan-kebusukan CIA dan sebagai peretas dia mendapatkan informasi tidak jelas itu dari internet, semacam situs rahasia... dan tadi saat aku menghubunginya melalui telepati... kemampuanku yang tidak pernah kau percaya, dia berkata bahwa para agen itu entah itu FBI atau CIA sekarang sudah berada dirumahku... hahahahaha... dan mereka telah mengikat staf keamanan dan juga para pelayan... hahahaha... kau percaya itu?” Hardi hanya menoleh namun mulutnya tak bergeming. “Tidak, kali ini kau tidak perlu percaya... hahahaha ia bahkan meyakini orang yang hidup kembali setelah kejadian tabrak lari yang melibatkan Erik saat itu berkaitan dengan seorang mantan agen, kalau tidak salah namanya David Mo... Mo... ah Mo apa ya?” Alex tampak kesulitan untuk mengingat nama itu. “David Moses? Apa maksud bos David Moses?” seru Hardi. “Ya... betul! Itu namanya! Tapi hey, bagaimana kau bisa tahu mengenai ini Hardi? Kupikir ini...” namun mendengar itu Hardi sama sekali tidak tampak ingin tersenyum, ia mulai teringat pada suara letusan tadi pagi dan sebuah van hitam yang selalu berada diluar pagar rumah tuannya... dan dengan cepat ia membanting stir dan memutar arah...
“Hey Hardi, ada apa ini? Setahuku ini bukan jalan menuju rumah...”
“Saya tahu jalan memotong bos...”
“Wa-Wait! Apa jangan-jangan kau percaya kata-kata sigit? Maksudku telepati dan ceritaku?”
“Hanya ada satu cara untuk membuat saya percaya bos...” Hardi menatap Alex “Kita harus sampai lebih cepat... dan tolong buka kotak diantara tuas gigi ini bos...”
“Kotak? Kotak ini? Aku tidak pernah tahu bahwa kotak ini ada isinya...”
“Isinya selalu berada disana bos... bukalah...”
“Hardi, ini...”
“Jika sesuatu benar-benar terjadi di rumah bos... kita berdua harus bisa menggunakan pistol itu. Jangan taruh jari bos di depan pelatuk jika bos tidak benar-benar siap untuk menembak... saya akan melindungi bos apapun yang akan terjadi...”
Alex hanya tertegun saat melihat isi kotak itu. Dua buah pistol... satu berwarna hitam legam dengan pegangan bertekstur kasar dan yang lainnya memiliki dominasi warna perak dengan warna hitam pada bagian grip pegangannya.
“Hardi, ini... kau... darimana kamu bisa mendapatkan benda ini?”
“Hanya sebagai jaga-jaga bos... dan lebih baik jika bos tidak menggunakannya... seperti yang telah diperintahkan oleh ayah bos... saya akan melindungi bos sekuat yang saya bisa, pistol hitam itu jenis SIG P250 untuk pegangan saya dan untuk bos, saya menyiapkan jenis Dessert Eagle... saya mengerti bahwa bos tidak nyaman dengan senjata ini karena tidak pernah menggunakannya, namun sebagai jaga-jaga lebih baik jika bos membawanya”
“Tunggu, Hardi ini berlebihan... seandainya kau mempercayai kemampuanku menggunakan telepati, kita tidak pernah tahu apakah Sigit berbohong atau...” kata-kata Alex terhenti saat ia dan mobilnya sampai di dekat kediamannya...
“Hardi, sejak kapan aku pernah menyuruh mereka untuk selalu membuka pintu pagar rumahku seperti itu?” ujar Alex saat mendapati pagar rumahnya yang terbuka lebar.
“Sejauh ini, warga disini selalu menganggap anda sebagai orang yang sombong, kaku dan tertutup jadi... euh, intinya pagar itu hanya terbuka jika anda keluar atau memasuki rumah dan itupun biasanya para staf keamanan akan segera menutup pagar tersebut, jadi, secara teknis pagar itu selalu tertutup, ditambah lagi apa bos melihat van hitam di depan? Jika aku tidak salah menebak, sesuatu yang muncul seperti antena diatasnya itu menyerupai pemancar... dan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan saya akan memarkirkan mobil ini sedikit jauh di belakang kebun disana, lalu setelah itu saya akan memeriksa sendiri keadaan di rumah...”
“Apa kita harus menghubungi polisi?”
“Tidak, jangan dulu... kita belum tahu seperti apa keadaan sebenarnya... jangan sampai bos menyampaikan sebuah laporan yang belum pasti, disamping itu jika benar orang-orang ini adalah FBI, seharusnya mereka hanya mengincar teman bos sebagai seorang peretas dan kita bisa bicara baik-baik tanpa harus diketahui pihak lain, bos tentu tidak mau jika nama baik bos tercemar karena diberitakan di media hanya karena ulah bodoh dari teman bos... bagaimanapun bos adalah pimpinan dari Rolland Corporation Indonesia dan bos bertanggung jawab untuk...”
“Baiklah baiklah aku mengerti... jadi kau akan memeriksa kesana sendirian?”
“Maafkan aku bos, tapi lebih baik jika bos menunggu disini...”
Perlahan Hardi berjalan menuju ke arah rumah besar itu, namun sebelumnya ia memeriksa keadaan sekitar. Ia mendekat ke arah van hitam, dan ia dapati sebuah lubang menembus dinding mobil itu. Ia melirik ke arah aspal dan ia mendapati serpihan peluru. Di dalam van ia tak menemukan apapun selain beberapa monitor dan kabel-kabel yang begitu semrawut. Hardi menengok ke arah pagar. Ada CCTV disana. Hanya jika Hardi mendekati pagar barulah ia akan terlihat oleh kamera. Namun Hardi jauh lebih tahu sistem keamanan yang diterapkannya, jika ada seseorang yang bisa melewati semua sistem keamanan tanpa diketahui maka orang itu adalah Hardi. Hardi pun akhirnya menyelipkan pistolnya dibelakang celananya. Perlahan ia menyusuri tepian samping rumah itu. Di ujung tepian, ada sebuah lampu yang digunakan untuk menerangi jalan. Bentuknya seperti huruf L yang dibalik. Tinggi tiangnya sekitar empat meter dan tanpa pikir panjang lagi, Hardi mengambil ancang-ancang dan ia pun melompat. Kurang lebih ia hanya menginjakan kakinya sebanyak dua kali di tiang seolah ia sedang berjalan vertikal, dan pada saat gravitasi memutar tubuhnya, ia mengaitkan kakinya pada lampu dan perlahan ia melipat tubuhnya dan berdiri diatas tiang lampu. Hardi merasa menjadi seperti monyet. Dan monyet itu tengah menatap sebuah pohon, pohon yang tumbuh di taman kediaman Alex. Jarak antara tiang dan pohon itu sekitar lima meter. Hardi menghisap nafasnya, menahannya sebentar dan saat ia hembuskan nafasnya saat itulah ia melompat. Sebuah batang pohon menghantam dadanya dan ia pun jatuh berguling diantara semak-semak. Hardi menoleh ke arah pos keamanan. Tak ada siapapun disana sedangkan televisi didalamnya masih menyala. Hardi mengendap-endap menuju pintu belakang, perlahan namun pasti, kini ia sudah memasuki dapur. Disanalah ia mendapati para pelayan dan staf keamanan di rumah itu dalam keadaan terikat dan mulut tertutup. Para staf keamanan dan pelayan yang melihat Hardi pun tampak panik, Hardi mengacungkan telunjuk diatas bibirnya untuk membuat mereka tenang. Hardi menyiapkan pistolnya, mengintip ke sebuah ruang yang terdengar begitu gaduh. Ia melihat Sigit terduduk di kursi. Tangan dan kakinya terikat. Wajahnya penuh luka lebam. Sementara beberapa orang bersetelan jas serba hitam mengelilinginya dan salah satunya menodong kepala Sigit dengan pistol. Hardi pun menarik kokang pistolnya, ia harus melakukannya secara perlahan agar tidak menarik perhatian... “Treeek” kokang pun ditarik. Beberapa orang bersetelan itu pun mulai menoleh. Hardi menahan nafasnya, ia menahan kokang agar tidak menimbulkan lebih banyak suara. Perlahan ia  kembalikan kokang itu hingga ujung kokang mencapai ujung laras pistolnya. “Ckliik...” suara kecil dari kokang itu pun terdengar. Hardi tidak yakin apakah orang-orang itu juga mendengarnya tapi ia harus siap menghadapinya. Hardi mengatur nafasnya. Tubuhnya mulai berbalik dan...
“Put your gun down...”
Terlambat. Salah satu dari orang-orang bersetelan itu telah berada di belakangnya dan menodong Hardi tepat di kepala. Hardi mengangkat tangannya. Ia jauhkan jemarinya dari pelatuk. Dan perlahan sebelah lengannya menaruh pistol itu di lantai.
“So where is your master? He’s not with you?” ujar salah satu dari mereka. Hardi hanya terdiam, menatap matanya tajam. Sementara Alex yang menunggu di kebun didalam mobilnya mulai gelisah.
“Lebih baik jika aku menunggu disini, huh? Lagipula ini sudah terlalu lama...”
Sekali lagi, Alex mencoba untuk melakukan telepati. Namun kali ini Hardi yang menjadi target penerimanya.
“Hardi? Apa semuanya baik-baik saja? Apa yang terjadi?”
“Bos... rupanya kau...” seru Hardi tertahan. Ia masih tidak mengerti dengan suara Alex yang secara tiba-tiba muncul di pikirannya... namun kini ia bisa benar-benar percaya bahwa Alex memang bisa melakukan telepati.
“Yeah your fuckin boss! Where is he? Tell me or ill blow up your head and that little fuckin hacker too!” ujar seorang bersetelan hitam yang menodong Hardi. Hardi sangat ingin menjawab pesan telepati yang disampaikan Alex namun ia tak mengerti bagaimana caranya... sementara mobil yang diparkir di kebun tampak telah ditinggalkan.
“CIA huh? Aku tahu bagaimana FBI bekerja dan yang kutahu ini bukan gaya mereka, menerobos masuk mansion orang seenaknya dan menodongkan pistol...” jawab Hardi. Namun tak lama seorang agen yang lain melangkah mendekat. Dialah sang kapten.
“Well well well. Mr. Hardi... kami juga tidak melakukan seperti apa yang CIA lakukan... mereka lebih suka untuk menyamar sebagai petugas jasa asuransi lalu merusak pipa ledeng di rumah ini dan mereka muncul keesokan harinya untuk memperbaiki. Kami tidak. Aku tidak melakukan hal bertele-tele seperti itu. So jika aku harus memperkenalkan aku adalah kapten Davis Farraday, dari Anommaly Inteligent Incident Secret Service or... disingkat NOISE. Subdivisi dari CIA. Kami kemari untuk menjemput tuanmu... there is something special about him... so now, tell me where he is and ill give you a chance to smell a fresh air, because if you refuse... ill take it back every breath on your lungs.”
“Im sorry captain Davis, but, aku tidak pernah mendengar bahwa CIA memiliki subdivisi, Amerika begitu konyol jika harus memiliki kalian...”
“For your information, Mr. Hardi. Kami tidak bekerja untuk pentagon. NOISE hanya menganggap Amerika tidak lebih dari tempat singgah. Dan aku tidak bisa memberimu lebih banyak petunjuk, karena itu artinya aku harus membunuhmu...” sang kapten pun mengarahkan laras pistolnya ke kepala Hardi.
“Pak Hardi... aku minta maaf, semua ini terjadi karena aku dan kau harus...” ujar Sigit.
“Tidak apa-apa. Mas Sigit... aku juga bertanggung jawab atas keamanan di rumah ini”
“Hey... hey. Tidak ada chit-chat disini. And you! Peretas sepertimu takan kubiarkan hidup begitu saja, hari ini adalah hari terakhirmu, kau tahu itu?” seru Davis seraya mengacungkan pistolnya ke arah sigit.
“DZZZING!” tiba-tiba sebuah peluru menyasar sebuah hiasan perunggu lalu menyerempet pelipis kapten Davis. Peluru itu berasal dari pistol Dessert Eagle yang dipegang Alex. Seketika itu juga para agen itu menembaki Alex yang muncul dari balik dinding dan melompat berlindung diantara sofa. Bulu-bulu angsa yang mengisi sofa itu pun terburai dihujani rentetan peluru. Davis tampak marah melihat darah menetes di keningnya. “Cease Fire!! Dont shoot him!!! We need him alive!! You understand?” seru Davis memerintahkan anak buahnya untuk menghentikan tembakan.
“What do you want?!” ujar Alex seraya tetap berlindung di balik sofa.
“Easy... Mr. Alex... we can talk... really. Kami semua telah menyuntikan serum ajaib yang membuat kami bisa berbicara banyak bahasa. So. Lets speak Indonesian. Kau lihat alat suntik yang kupegang ini? Ini adalah sebuah serum formula yang meningkatkan kemampuan kerja otot dan otak kami. Atau sebenarnya ini adalah nanochip yang bisa larut dalam darah dan terinstall dalam DNA, itu semacam... kepandaian instan. Thanks to our doctor, Jared Cohen yang membuat serum ini berfungsi dengan baik dan membuat kita bisa melakukan kesepakatan lebih mudah... dan yang kami inginkan adalah...”
“Dengar, jika kalian melepaskan temanku dan juga asistenku, kalian akan kumaafkan...”
“Wo wo wo. Tampaknya tuan kita ini tidak mengerti posisinya sendiri ya... ahahaha” Davis tertawa diikuti dengan tawa anak buahnya yang lain. “Mr. Alex, saat ini anda tidak berada dalam posisi untuk melakukan tawar menawar, kau tahu itu? So lets make a deal... aku menginginkanmu untuk bekerja bersama kami dengan CIA dan tadaa... surprise, kami sudah tahu bahwa kau memiliki kemampuan semacam telepati dan kami membutuhkannya. Orang sepertimu. So, kesepakatannya adalah... kau ikut dengan kami dan aku akan melepaskan Mr. Hardi...”
“Lalu bagaimana dengan temanku Sigit?”
“Kami tidak punya pilihan banyak Mr. Alex... he just know too much. Temanmu ini berbahaya, kami hanya punya satu pilihan yaitu membunuhnya. Atau....”
“Atau apa?”
“Jika saja temanmu mau memberitahu kami dimana buronan kami, Brain berada, mungkin kami bisa mempertimbangkan kebebasannya atau bahkan menawarinya gaji. Bagaimana? Bukankah kalian berteman... kalian bisa bekerja dengan kami di agensi paling terkemuka di dunia... bukankah itu kesempatan yang langka? Untuk menjadi seorang James Bond?”
“Tapi big bro, aku benar-benar tidak mengetahuinya! Aku tidak tahu siapa Brain! Kami para Anonymous tidak berbagi mengenai identitas pribadi! Aku... aku sudah bilang kalau aku tidak tahu... aku... aku akan menutup mulut atas kejadian ini jadi tolong biarkan aku hidup!” seru Sigit lagi, namun teriakan itu hanya membuatnya dipukuli para agen.
Ini buruk. Pikir Alex, kali ini Alex tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia berdiri dan berhenti bersembunyi dibalik sofa, berusaha untuk membaca keadaan. Dan ia pun melihat bahwa Hardi tidak diam, ia melihat perlahan Hardi mencoba mendekat menuju pistolnya yang tergeletak di lantai... Alex mengangkat tangannya. Bertingkah seolah dia hendak menyerah.
“Hardi... dengarkan aku, saat ini aku sedang menghubungkan pikiranku denganmu... kau harus berbicara dalam hati agar mereka tidak mengetahui bahwa kita sedang berkomunikasi...”
“Bos kau... ah, saat ini aku berencana untuk menarik perhatian mereka dan saat itu terjadi bos harus segera lari dari sini... ambil Lamborghini Egoista di garasi. Mobil itu hanya muat untuk satu orang dan berkecepatan tinggi... kupikir hanya ini satu-satunya cara...”
“Jangan konyol Hardi, lupakan ide itu... aku punya rencana... saat ini aku tengah berjalan ke arahmu dan saat kita berpapasan, gunakan pistolmu untuk membereskan dua agen di dekatmu dan aku akan mengambil replika pedang katana yang dipajang di dekat sana... dengan pedang itu aku bisa membereskan tiga orang sekaligus dan segera membebaskan Sigit...”
“Tapi bos... itu sangat berbahaya dan beresiko tinggi... lagipula masih ada enam agen lagi yang mungkin  masih tersisa, terlebih lagi... itu pedang buatan Garut...”
“Sudah, lakukan saja!”
Alex pun perlahan berjalan mendekat seraya mengangkat kedua tangannya dan menaruhnya di belakang kepala. Kapten Davis yang melihat itu segera tersenyum.
“Well well, rupanya Mr. Alex jauh lebih bijak dari yang aku kira...” ujar Davis.
“Apa kau tahu kapten Davis? Ceritamu tentang James Bond kurang merepresentasikan kalian... James Bond bekerja untuk MI6, bukan CIA... tapi aku ingat sebuah film tentang agen CIA yang cukup bagus... apakah kau tahu film Jason Bourne? Kupikir itu cocok denganmu...”
“Wow. Ya. Bourne... identity, supremacy, ultimatum, legacy, aku menonton semuanya. Ceritanya tentang mantan agen yang dikhianati oleh agensinya setelah mengalami percobaan cuci otak menggunakan obat-obatan... dalam kisah Bourne Legacy bahkan diceritakan bahwa obat-obatan itu mampu menambah kemampuan fisik dan otaknya. Dan wow. Kau tahu Mr. Alex? Kisah itu memang benar-benar terjadi. Dalam MK-Ultra ataupun Bluebird yang berjalan sejak tahun 1953... kami menggunakan LSD untuk menciptakan agen tanpa rasa takut. Tapi seriously Mr. Alex, are you sure we have to talk about this right now?” jawab Davis lagi. Alex hanya tersenyum.
“Hanya mengingatkan, kapten Davis... kalau mungkin saja serum yang kau suntikkan itu memiliki efek samping...” ujar Alex seraya mendekat ke arah Hardi. Rupanya Alex menyembunyikan pistol Dessert Eaglenya dibalik kerah kemejanya dan menutupinya dengan kedua tangannya dan begitu ia mendekat ke arah Hardi ia langsung melemparkan pistol itu.
“Hardi sekarang!!” seru Alex. Hardi pun segera menjatuhkan diri di lantai dan menangkap pistol itu dan seraya meluncur di lantai ia pun menangkap pistol SIG miliknya. Dan dengan kedua pistol di tangannya Hardi meluncur menuju meja besi dapur seraya menembaki para agen.
“God damn it!!” seru Davis panik. Selama ini ia belum sempat mengokang pistolnya dan saat ia berusaha melakukannya, Alex melompat diantara terjangan peluru lalu mengambil katana pajangan pemberian ayahnya dan berlari ke arah Sigit. Para agen yang tengah berada di sekitar Sigit pun berusaha menghentikannya dengan beberapa tembakan. Dan sesuatu terjadi... sesuatu yang baru dialami oleh Alex untuk pertama kalinya. Mata pucat albino milik Alex secara refleks mampu melihat semua peluru yang terbang ke arahnya. Dan seolah ia menyatu bersama momentum, Alex mengayunkan pedangnya, memotong setiap butir peluru yang menerjang... butiran peluru yang terbelah itu pun terjatuh diantara kakinya... dan entah sejak kapan, tali yang mengikat Sigit pun terputus... para agen pun berjalan mundur... lengan yang memegang pistol itu pun bergetar ketakutan... sementara Sigit segera berlindung di belakang Alex.
“Kapten... itu... kemampuan itu... tidak salah lagi itu adalah kemampuan seorang soulrunner... kemampuannya telah diaktifkan!” ujar salah seorang agen.
“Oh ya? Soulrunner huh? Dengan kekuatan itu dia bisa menggunakan pedang pajangan layaknya pedang star wars. Lantas kenapa? Apa kau takut?”
Dor!! Sebuah peluru dilepaskan Davis, namun Alex bisa menghalaunya dengan satu ayunan pedang. “Well, guys. I presume now is the right time untuk kita menyuntikan serum yang kedua...” ujar Davis seraya mengambil alat suntik lain dari saku jasnya, serum itu berwarna bening dan para agen pun menyuntikan serum-serum tersebut pada leher mereka. “Dengan serum ini, kecepatan kita akan sebanding dengan para soulrunner, setidaknya itu yang dikatakan Jared... dan kau Alex... aku tidak pernah ingin membunuhmu tapi kau telah membuatku benar-benar marah...”
“Coba saja...” ujar Alex. Sekali lagi tembakan demi tembakan dilancarkan para Agen. Sigit pun menghindar seraya merangkak diantara sofa dan furnitur di ruangan itu. Sementara Hardi berusaha untuk melindungi para asisten dan staf keamanan yang berada di dapur... lalu sekali lagi, Alex merasakannya. Ia merasakan seluruh inderanya bekerja lebih tajam dari biasanya, penglihatan maupun pendengarannya... dan secepat kilat Alex mendekati Davis namun begitu ia hendak mengayunkan pedangnya, Davis menghilang.
“You cant stop me” seru Davis yang secara tiba-tiba berada dibelakang Alex. Beberapa tembakan kembali dilancarkan Davis namun Alex sekali lagi mampu menghalaunya. “Now lets see... apakah kau bisa menghentikan peluruku yang satu ini...” Davis pun mengarahkan pistolnya lagi ke arah Alex. Alex bersiap dengan kuda-kuda layaknya seorang samurai... namun, tiba-tiba Davis merubah arah pistolnya, kini pistol itu mengarah ke arah sofa dimana dibelakangnya Sigit berusaha bersembunyi seraya memegang erat kepalanya. Alex yang mengetahui itu berusaha berlari secepat yang ia bisa untuk menghentikan peluru yang telah ditembakan dengan cara memotongnya, sayang peluru itu bergulir terlalu cepat... hingga melubangi sofa itu dan menembus dada kiri Sigit...
“Oh tidak. Sigit... Sigit!! Bertahanlah!!” seru Alex yang mendapati Sigit dengan tubuh yang berlumuran darah.
“Tidak apa-apa big bro... ini semua salahku... uhuk!!” gumpalan darah kental mulai keluar dari mulutnya.
“Its ok buddy, you’ll be fine... please, dont talk. Hang on. Everything will be fine i promise...”
“Tidak. Big bro. Kupikir ini sudah seharusnya... aku hanyalah seorang yatim piatu pembuat onar... pencari masalah... seperti yang big bro katakan... aku pantas menerima ini... uhukk! Aku mengamati big bro sejak kita masih semester satu... aku... dulu aku sangat membenci big bro... big bro bisa mendapatkan semuanya dan aku merasa iri... aku minta maaf... akulah yang membuat big bro tidak memiliki teman di kampus... akulah yang menyebarkan isu tentang kesombongan dan keangkuhan big bro pada wartawan-wartawan itu... maafkan ak... uhuukk!!”
“A... apa yang kau katakan? Aku tidak peduli! Kaulah temanku! Come on buddy... dont do this! Jika kau merasa bersalah padaku, bertahanlah... aku bisa memukulimu nanti jika kau pulih...! ayolah Sigit!! Just wake up!!”
“Uhukk!! Maafkan aku big bro... seandainya saja, aku bisa berteman denganmu sejak awal...”
“Sigit? Sigit?! Hang on buddy!! Sigit! Sigit!! SSIIGGGIIITT!!!!”
Tatapan Sigit berubah kosong. Perlahan Alex menutup mata itu dengan lengannya dan menatap Davis tajam. Alex telah kehilangan Sigit. Sementara Hardi mengintip jumlah pelurunya yang tersisa di magasin... masing-masing pistol hanya menyisakan satu peluru. Hardi tampak mulai kebingungan...
“Dont look at me like that. Seperti yang kukatakan sebelumnya, he should be dead anyway. Ayolah... dia bilang dia hanya seorang yatim piatu pembuat masalah... tak akan ada yang merasa sedih untuknya... dan sekarang mungkin ini saatnya aku membunuh Mr. Hardi too. He’s your butler right?” ujar Davis lagi.
“He’s not just my butler, he’s my partner...” ujar Alex. Hardi yang mendengar kata-kata tuannya tak tahu lagi harus berbuat apa.
“Whatever. Boys!! Kill him!! Oh ya, bunuh para pelayan dan staf keamanan yang juga bersamanya” seru Davis. Dan para agen itu pun bergerak menuju dapur.  Gigi Alex bergemeretak. Ia tak mampu lagi menahan amarah. Hardi berusaha untuk berpikir cepat mencari jalan keluar... ia genggam kedua pistolnya dengan penuh kesiapan.

Mahasystem Chapter Seven
“Friend And Partner”
End.